Pembuktian hukum acara pidana merupakan hal sangat penting dalam proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Bahwa pada dasarnya sistem pembuktian adalah pengaturan tentang macam-macam alat bukti yang boleh dipergunakan, penguraian alat bukti, dan dengan cara-cara bagaimana alat-alat bukti itu dipergunakan serta dengan cara bagaimana Hakim harus membentuk keyakinannya di depan sidang pengadilan. Pembuktian dipandang sangat penting dalam hukum acara pidana karena yang dicari dalam pemeriksaan perkara pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu sendiri. Untuk menemukan suatu kebenaran dalam suatu perkara, pembuktian adalah cara paling utama yang digunakan Hakim untuk menentukan benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan atau memperoleh dasar-dasar untuk menjatuhkan putusan dalam menyelesaikan suatu perkara. Oleh karena itu, para Hakim harus hati-hati, cermat, dan matang dalam menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian. Berbeda dengan pembuktian perkara lainnya, pembuktian dalam perkara pidana sudah dimulai dari tahap pendahuluan yakni penyelidikan dan penyidikan. Ketika Penyidik pada saat mulai mengayuhkan langkah pertamanya dalam melakukan penyidikan maka secara otomatis dan secara langsung sudah terikat dengan ketentuan-ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHAP. Bahkan yang menjadi target penting dalam kegiatan penyidikan adalah adalah mengumpulakan bukti-bukti untuk membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi. Demikian pula dalam hal Penyidik menentukan seseorang berstatus sebagai tersangka, setidak-tidaknya penyidik harus menguasai alat pembuktian yang disebut sebagai bukti permulaan. Jadi, meskipun kegiatan upaya pembuktian yang paling penting dan menentukan itu adalah pada tingkat pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan, namun upaya pengumpulan sarana pembuktian itu sudah berperan dan berfungsi pada saat penyidikan. Penyidik yang melakukan penyidikan kurang memahami atau tidak memperhatikan ketentuan- ketentuan yang dilakukan akan mengalami kegagalan dalam upaya untuk mencegah atau meminimalkan terjadinya kegagalan dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan. Maka sebelum penyidik menggunakan kewenangannya untuk melakukan penyidikan seharusnya sejak awal sudah harus memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan pengertian dan fungsi dari setiap sarana pembuktian, seperti yang diatur dalam pasal 116 sampai dengan pasal 121 KUHAP Tentang masalah – masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan saksi dan tersangka dalam penyidikan. KUHAP mengatur tata cara pemeriksaan saksi dan tersangka dipenyidikan guna pemeriksaan saksi di Kepolisan berjalan dengan baik sehingga tidak merugikan hak – hak terdakwa dan saksi. Sehingga Berita Acara Pemeriksaan BAP kepolisian memuat keterangan saksi dan terdakwa sesuai dengan yang saksi dan terdakwa nyatakan berdasarkan kemauan mereka, tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun. Saksi sebagai orang yang memberikan keterangan berdasarkan peristiwa pidana yang ia dengar, ia lihat dan ia alami sangat diperlukan keterangannya dalam proses pembuktian. Keterangan saksi yang diberikan kepada penyidik harus bebas dari tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun Pasal 117 KUHAP. Keterangan saksi dicatat oleh penyidik dalam Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat atas kekuatan sumpah jabatan bukan dengan mengingat sumpah jabatan kemudian diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik dan saksi yang memberikan keterangan setelah ia menyetujui isinya Pasal 75 jo. 118 ayat 1 KUHAP. Dalam hal saksi tersebut tidak mau membubuhkan tanda tangannya maka penyidik tidak perlu memaksa, akan tetapi cukup memberikan catatan dalam BAP disertai dengan alasannya Keterangan saksi di penyidikan sangat penting untuk proses pembuktian dalam persidangan, karena dari BAP kepolisian berkas perkara dan kemudian oleh penuntut umum dimuat dalam dakwaannya, menjadi pedoman dalam pemeriksaan sidang. Jika keterangan saksi di dalam sidang ternyata berbeda dengan yang ada dalam bekas perkara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta meminta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara persidangan Pasal 163 KUHAP. Dalam pasal 183 KUHAP ditentukan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah hakim tersebut memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya maka hakim tidak akan memutuskan penjatuhan pidana terhadap terdakwa. Dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP , dominan dibanding keberadaan alat-alat bukti yang sah. Sistem Pembuktian dalam KUHAP Sistem menurut undang-undang secara negatif yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP , mempunyai pokok- pokok sebagai berikut 1. Tujuan akhir pembuktian untuk memutus perkara pidana, yang jika memenuhi syarat pembuktian dapat menjatuhkan pidana. Dengan kata lain bahwa pembuktian ditujukan untuk memutus perkara pidana, dan bukan semata-mata untuk menjatuhkan pidana. 2. Standar/syarat tentang hasil pembuktian untuk menjatuhkan pidana dengan dua syarat yang saling berhubungan dan tidak terpisahkan, yaitu a. Harus menggunakan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah. b. Dengan menggunakan sekurang- kurangnya dua alat bukti hakim memperoleh keyakinan. Keyakinan Hakim Berkaitan dengan keyakinan hakim dalam pembuktian, haruslah dibentuk atas dasar fakta-fakta hukum yang diperoleh dari minimal dua alat bukti yag sah. Adapun keyakinan hakim yang harus didapatkan dalam proses pembuktian untuk dapat menjatuhkan pidana yaitu 1. Keyakinan bahwa telah terjadi tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh JPU, artinya fakta- fakta yang didapat dari dua alat bukti itu suatu yang obyektif yang membentuk keyakinan hakim bahwa tindak pidana yang didakwakan benar- benar telah terjadi. Dalam praktik disebut bahwa tindak pidana yang didakwakan JPU telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Secara sah maksudnya telah menggunakan alat- alat bukti yang memenuhi syarat minimal yakni dari dua alat bukti. Keyakinan tentang telah terbukti tindak pidana sebagaimana didakwakan JPU tidaklah cukup untuk menjatuhkan pidana, tetapi diperlukan pula dua keyakinan lainnya 2. Keyakinan tentang terdakwa yang melakukannya, adalah juga keyakinan terhadap sesuatu yang objektif. Dua keyakinan itu dapat disebut sebagai hal yang objektif yang disubyektifkan. Keyakinan adalah sesuatu yang subyetif yang didapatkan hakim atas sesuatu yang obyektif. 3. Keyakinan tentang terdakwa bersalah dalam hal melakukan tindak pidana, bisa terjadi terhadap dua hal/unsur, yaitu pertama hal yang bersifat objektif adalah tiadanya alasan pembenar dalam melakukan tindak pidana. Dengan tidak adanya alasan pembenar pada diri terdakwa, maka hakim yakin kesalahan terdakwa. Alat Bukti Dalam Proses Pembuktian Alat Bukti Dalam Proses Pembuktian Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya” Sesuai dengan ketentuan pasal 184 Ayat 1 KUHAP, UU menentukan 5 lima jenis alat bukti yang sah, yaitu a. Keterangan Saksi Keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu pristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Pasal 1 angka 27 KUHAP. b. Keterangan Ahli Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara guna kepentingan pemeriksaan Pasal 1 angka 28 KUHAP. c. Surat Menurut Pasal 187 KUHAP alat bukti surat dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut UU ialah 1. Surat yang dibuat atas sumpah jabatan 2. Atau surat yang dikuatkan dengan sumpah. d. Petunjuk Berdasarkan ketentuan pasal 184 ayat 1 huruf d KUHAP , petunjuk merupakan bagian keempat sebagai alat bukti. Esensi alat bukti petunjuk ini diatur ketentuan pasal 188 KUHAP yang selengkap-lengkapnya berbunyi sebagai berikut 1. petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaian baik antara satu dan yang lain maupun tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. 2. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. 3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu oleh hakim setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. e. Keterangan Terdakwa Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Pasal 189 KUHAP mau konsultasi perihal kasus anda yang membutuhkan pengacara? Tanyakan saja dengan Bizlaw! Anda terjerat kasus? ingin menggunakan jasa pengacara? Bizlaw terbuka untuk memberikan pelayanan hukum terkait. Bizlaw memiliki pengacara yang berpengalaman dan sudah berpraktek selama bertahun-tahun. Selain itu, penyelesaian masalah hukum lainnya juga Bizlaw punya solusinya! Ditambah Bizlaw juga bisa mengurus perpajakan dan pembayaran-pembayaran lainnya! Bizlaw juga mengurus Pendirian PT, Yayasan, Firma, CV, Maatschaap, PMA, Pendaftaran merek dan pembuatan perjanjian! Bizlaw, your one stop legal and Business solution! Hubungi kontak kami info atau 0812-9921-5128 atau mengenai informasi terupdate di Instagram kami
Bukuini berisi tentang tatacara beracara perkara perdata di Pengadilan Agama dan atau Mahkamah Syariah di Indonesia . HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA DAN MAHKAMAH SYAR'IYAH KHAS INDONESIA.pdf. Nur Moklis. Download Download PDF. Full PDF Package Download Full PDF Package. This Paper.
Oleh Arrony Qisthy, Unpas. Sebagian masyarakat merasa kebingungan tentang proses acara di pengadilan, terutama dalam proses persidangan perkara pidana. Ada yang menganggap bahwa proses persidangan perkara pidana butuh waktu yang lama berbulan-bulan dan ada pula yang mengangap bahwa proses persidangan perkara pidana tidak perlu memakan waktu yang cukup lama atau bahkan bisa dikatakan cepat. Hal ini terjadi, karena sebagian masyarakat ada yang menyaksikan langsung jalannya proses persidangan ke Pengadilan, atau melalui obrolan-obrolan / perbincangan di dalam masyarakat mengenai proses persidangan, tanpa mengetahui tentang jenis-jenis acara pemeriksaan dalam proses persidangan perkara pidana, sebagaimana yang diatur dalam UU. TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA, atau yang biasa kita kenal dengan sebutan KUHAP’. Dari permasalahan di atas, penulis mencoba membuat penjelasan singkat mengenai jenis-jenis acara pemeriksaan dalam proses persidangan perkara pidana. Perlu diketahui bahwa perkara pidana yang diselesaikan melalui pengadilan memang bermacam-macam jenisnya. Untuk persidangan perkara pidana proses pemeriksaannya ada yang diacarakan sebagai pemeriksaan biasa, pemeriksaan singkat, pemeriksaan cepat dan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas. Adapun acara pemeriksaan cepat diperuntukan bagi delik / tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan biasanya merupakan tindak pidana ringan / tipiring. Sedangkan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas diperuntukan bagi perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan, yaitu UU. NO 14 TAHUN 1992 sebagaimana yang telah diganti dengan undang-undang baru, yakni UU. TAHUN 2009. Kedua proses persidangan inilah yang menyebabkan sebagian masyarakat menganggap proses persidangan perkara pidana tidak perlu memakan waktu yang cukup lama atau bahkan bisa dikatakan cepat, karena proses acaranya memang relatif mudah dan cepat. Adapun acara pemeriksaan singkat diperuntukkan bagi perkara kejahatan atau pelanggaran yang menurut Jaksa Penuntut Umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana, namun tentunya perkara yang tidak termasuk dalam lingkup pemeriksaan acara cepat di atas. Dengan demikian, perkara yang tidak termasuk dalam kategori singkat, cepat dan pelanggaran lalu lintas di atas, jelas akan dilakukan pemeriksaan secara biasa. Contohnya tindak pidana teroris, karena jelas pembuktiannya tidak mudah dan tidak sederhana, maka perkara tersebut masuk dalam kategori acara pemeriksaan biasa. Proses inilah yang menyebabkan sebagian masyarakat menganggap proses persidangan perkara pidana membutuhkan waktu yang lama dan terkesan ribet. Dalam praktek, untuk mengetahui suatu acara persidangan dikategorikan acara pemeriksaan yang mana, maka dapat dilihat pada nomor register perkaranya. Untuk perkara pidana biasa, kode penomorannya adalah Pid berarti pidana, sedangkan B berarti biasa, jika Pid. S berarti perkara tersebut adalah pidana singkat. Demikianlah penjelasan singkat mengenai acara pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Penulis berharap, semoga tulisan ini ada manfaat bagi saudara-saudara yang kebetulan sedang dalam konflik hukum pidana atau barang kali hanya sekedar menambah wawasan hukum. Penulis menyadari betul, bahwa masih banyak kekurangan dalam tulisan ini, mengingat kapasitas pendidikan penulis yang masih mahasiswa. Oleh karena itu, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih. Alhamdulillahi jaza kumullohu khoiro. NB. Ingat! Sudah jadi hak bagi setiap warga negara untuk mengetahui hukum di Indonesia, baik materil maupun formil. Apalagi secara konstitusional negara kita adalah negara hukum, maka jangan ada lagi masyarakat awam hukum, yang akan mudah diperdaya’ oleh para oknum aparat penegak hukum atau oleh siapa pun.. 1109. *** Tentang Penulis ARRONY QISTHY Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pasundan, Angkatan 2006. Salah satu Pengurus Muda-mudi di Masjid Al-Irsyad Dago, memiliki cita-cita berkarir di Kejaksaan Agung. E-mail arrony_hoppuz
Hukumacara dalam penyidikan, penuntutan maupun persidangan pada pengadilan perikanan dilakukan menurut KUHAP kecuali telah ditentukan secara khusus dalam UU Perikanan. Tindak pidana perikanan juga telah mendapatkan legitimasi dalam Bab XV, yaitu dalam Pasal 84 s/d Pasal 105 UU Perikanan. Makalah ini akan menganalisis mengenai kelemahan
Untuk dapat membedakan acara pemeriksaan perkara di sidang pengadilan dapat di lihat dari jenis tindak pidana yang akan di ajukan ke muka sidang pengadilan. 1. Perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan pembuktiannya sulit atau mudah. 2. Berat ringannya ancaman pidana atas perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan. 3. Jenis perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan. Atas perbedaan kategori dari tiap-tiap perkara yang akan di ajukan ke muka sidang pengadilan, menurut KUHAP ada tiga jenis acara pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan 1. Acara pemeriksaan biasa di atur dalam KUHAP bagian ketiga Bab XVI 2. Acara pemeriksaan singkat di atur dalam KUHAP bagian kelima bab XVI 3. Acara pemeriksaan cepat diatur dalam KUHAP bagian keenam bab XVI, yang terdiri dari a. Acara pemeriksaan perkara tindak pidana ringan b. Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. 1. Acara Pemeriksaan Biasa Mengajukan berkas perkara dengan acara biasa adalah sikap yang hati-hati dalam menangani suatu perkara, lebih-lebih apabila perkara itu sulit pembuktiannya atau menarik perhatian masyarakat. Setelah penuntut umum mempelajari hasil penyidikan dan telah memahami benar kasus posisi perkara, tindak pidana yang telah terjadi, alat-alat bukti yang telah dikumpulkan selama tahap penyidikan serta berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan maka penuntut umum membuat surat dakwaan pasal 140 ayat 1, KUHAP. Hasil penyidikan adalah dasar dalam pembuatan surat dakwaan, rumusan-rumusan dalam surat dakwaan pada hakikatnya tidak lain dari pada hasil penyidikan. Keberhasilan penyidikan sangat menentukan bagi keberhasilan penuntutan, surat dakwaan mempunyai peranan penting dalam sidang pengadilan a. Dasar pemeriksaan di sidang pengadilan negeri. b. Dasar penuntutan pidana Requisitoir c. Dasar pembelaan terdakwa dan atau pembelaan d. Dasar bagi hakim untuk menjatuhkan putusan e. Dasar pemeriksaan peradilan selanjutnya banding, kasasi, bahkan kasasi demi kepentingan hukum Mengingat pentingnya surat dakwaan untuk dapat dibuktikan bahwa perbuatan yang disebutkan dalam surat dakwaan itu benar-benar telah terjadi dan hakim yakin bahwa terdakwa yang salah, maka surat dakwaan perlu dibuat dengan bentuk tertentu, dengan tujuan jangan terjadi sesuatu yang merupakan tindak pidana dan sifatnya menggangu keamanan, ketertiban hukum dalam masyarakat lepas dari tuntutan. Berkaitan dengan pelimpahan berkas acara pemeriksaan dari penuntut ke pengadilan diatur dalam pasal 152 ayat 1 dan 2 KUHAP, yang berbunyi 1 Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan maenyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang. 2 Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan. Menurut pasal 16 ayat 1 UU No. 14 tahun 2004 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman mengatur “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya” Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan menganut system akusator, bahwa terdakwa mempunyai hak yang sama dengan penuntut umum. Pertama-tama hakim ketua membuka sidang, dan sidang dinyatakan terbuka untuk umum selanjutnya menayakan identitas terdakwa dan sesudah itu penuntut umum membacakan surat dakwaan dan sesudah itu penuntut umum membacakan identitas terdakwa dan sesudah itu penuntut umum membacakan surat dakwaan baru sampai pada tahap pemeriksaan perkara. Pada permulaan sidang, pertama-tama yang didengar keterangan saksi korban, keterangan terdakwa baru didengar setelah saksi-saksi yang lain didengar keterangannya. Bahwa memeriksa suatu perkara di muka pengadilan adalah untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil dari tindak pidana yang di dakwakan apakah telah terjadi dan dapat dinyatakan bersalah. Untuk mencari kebenaran materiil, perlu mengingat asas pemeriksaan di sidang pengadilan a. Asas terbuka untuk umum b. Asas langsung c. Asas pemeriksaan secara bebas d. Asas praduga tak bersalah e. Asas penyelenggaraan peradilan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan f. Asas untuk memperoleh bantuan hukum g. Asas perlakuan yang sama di muka hukum h. Asas perlindungan hak asasi Dalam hukum acara pidana sistem hukum pembuktian dengan sebutan “Sistem negatif menurut Undang-undang” seperti yang diatur dalam pasal 183 KUHAP sebagai berikut “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya” Sistem menurut undang-undang tersebut mempunyai maksud a. Supaya terdakwa dapat dinyatakan salah diperlukan bukti minimum yang ditetapkan oleh undang-undang pasal 183 KUHAP b. Namun demikian biarpun alat bukti melebihi minimum yang ditetapkan undang-undang apabila hakim tidak yakin tentang kesalahn terdakwa ia tidak boleh menjatukan pidana. Dalam hal memutuskan perkara di sidang pengadilan peranan hakim besar sekali, sebab meskipun alat bukti yang diajukan penuntut umum berlebih dari bukti minimum apabila hakim tidak yakin bahwa terdakwa salah ia harus dibebaskan. 2. Acara Pemeriksaan Singkat Pada dasarnya pengertian tentang acara pemeriksaan singkat dapat disimpulkan dari pasal 203 ayat 1 KUHAP, yang berbunyi “Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan pasal 205 dan menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana” Berdasarkan rumusan di atas maka acara pemeriksaan singkat adalah pemeriksaan perkara yang oleh penuntut umum pembuktian dan penerapan hukum mudah dan sifatnya dan sifatnya sederhana serta bukan serta bukan tindak pidana ringan atau perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Dengan rumusan di atas, perlu pengamatan cermat tentang pembuktian dan penerapan hukum mudah. Kata “mudah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan Departemen pendidikan dan kebudayaan tercantum artinya”tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran dalam mengerjakan; tidak sukar, tidak berat, gampang.” Dengan demikian, pembuktian dan penerapan hukum gampang, tidak sukar, tidak memerlukan banyak pikiran dalam mengerjakannya. Pelimpahan perkara dalam acara pemeriksaan singkat tanpa disertai surat dakwaan hanya dicatat dalam berita acara dan dalam berita acara tindak pidana yang didakwakan antara lain a. Unsur tindak pidana yang didakwakan b. Menyebut tempat dan waktu tindak pidana dilakukan c. Perbuatan materiil yang dilakukan terdakwa Bahwa catatan tentang dakwaan dalam acara pemeriksaan singkat tersebut, diatur dalam pasal 143 ayat 2 b KUHAP yang berbunyi “Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.” Setelah hakim menyatakan sidang dibuka untuk umum lalu menanyakan identitas terdakwa, seterusnya penuntut umum menyampaikan kepada hakim tentang tindak pidana yang didakwakan yang diucapkan secara lisan dan panitera mencatat dakwaan yang diucapkan oleh jaksa atau penuntut umum yang fungsinya sebagai pengganti surat dakwaan seperti dalam acara pemeriksaan biasa. Melimpahkan perkara dengan acara pemeriksaan singkat mempunyai tujuan agar perkara hari itu juga dapat diselesaikan dengan cepat dan biaya murah. 3. Acara Pemeriksaan Cepat. Pemeriksaan acara pemeriksaan cepat diatur dalam bagian keenam Bab XVI terdiri dari a. Paragraf I Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan b. Paragraf II Acara Pemeriksaan Perkara Pelangaran Lalu Lintas Jalan a. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Menurut pasal 205 ayat 1, ialah perkara yang diancam dendan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500, dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraph II pelangaran Lalu Lintas jalan Bahwa setiap pengadilan negeri telah menetapkan jadwal dalam memeriksa perkara tindak pidana ringan pada hari ynag telah ditentukan dalam satu bulan dan frekuensinya tergantung banyak sedikitnya perkara yang dilimpahkan ke pengadilan negeri. Dalam pasal 206 KUHAP, berbunyi “Pengadilan menetapka hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.” Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan. Pemberitahuan tersebut dimaksudkan agar terdakwa dapat memenuhi kewajibannya untuk datang ke sidang pengadilan pada hari, jam, tanggal, dan tempat yang ditentukan. Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang di terima harus segera disidangkan hari itu juga. Pemeriksaan perkara tanpa berita acara pemeriksaan sidang dan dakwaan cukup dicatat dalam buku register yang sekaligus dianggap dan dijadilkan berita acara pemeriksaan sidang. Dalam pasal 205 ayat 3 yang berbunyi “Dalam Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 10, pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekan terdakwa dapat minta banding.” Dari bunyi pasal 205 ayat 3 KUHAP, maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu; 1. Sidang perkara dengan acara pemeriksaan ringan dengan hakim tunggal. 2. Keputusan hakim terdiri dari 2 macam a. Keputusan berupa pidana denda dan atas keputusan tersebut terhukum tidak dapat naik banding. b. Keputusan yang berupa perampasan kemerdekaan, terhukum diberi hak untuk naik banding ke pengadilan tinggi. b. Acara Pemeriksaan Perkara Pelangaran Lalu lintas Jalan Acara pemeriksaan cepat yang kedua ialah acara pemeriksaan perkara lalu lintas jalan yang diatur dalam pasal 211 KUHAP yang berbunyi “Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada paragraph ini ialah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undang lalu lintas jalan.” Jika dibandingkan dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan maka acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan, lebih mudah. Untuk perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan. Hal tersebut diatur dalam pasal 207 ayat 1 KUHAP, yang berbunyi a. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan. b. Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera di sidangkan pada hari itu juga. Dalam acara pemeriksaan tindak pidana pelangaran lalu lintas tidak perlu dibuat berita acara pemeriksaan cukup dibuat berita acara pemeriksaan cukup dibuat catatan dalam catatan pemeriksaan memuat dakwaan dan pemberitahuan yang harus segera diserahkan kepada pengadilan selambat-lambanya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya. Dalam pemeriksaan sidang pengadilan apabila terdakwa tidak hadir karena suatu halangan, maka terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat kuasa untuk mewakili di sidang pengadilan. Hal tersebut diatur dalam pasal 213 KUHAP yang berbunyi “Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang.” Referensi Kansil, 1978. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta Balai Pustaka. Laden Marpaung, 1995. Proses Penanganan Perkara Pidana, Jakarta Sinar Grafika. Suharto. RM, 1997. Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, Jakarta Sinar Grafika.
C Jenis-Jenis Dakwaan Modul 4 : Praperadilan, Ganti Rugi, dan Rehabilitasi 4 M. Taufik Makarao dan Suhasril, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 1. Bab XVI tentang Pemeriksaan Sidang Pengadilan. 17. Bab XVII tentang Upaya Hukum Biasa. 18. Bab XVIII tentang Upaya Hukum Luar Biasa.
- Asas-Asas yang harus dianut dalam sistem peradilan hukum acara pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Dalam buku Hukum Acara Pidana 2018 oleh H Suyanto, pengertian hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tata cara mempertahankan dan menyelenggarakan hukum pidana materil dalam penjelasan mengenai asas-asas hukum acara pidana, yaitu Asas Praduga Tidak Bersalah Asas praduga tak bersalah dinyatakan dalam penjelasan umum KUHAP butir ke 3 huruf umum KUHAP butir 3c “Setiap orang yang disangka, ditangkap, bukti, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib atur tidak ada sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan pengadilan yang menyetakan hukumnya dan mendapatkan hukum tetap.” Asas ini berarti menempatkan tersangka atau terdakwa merupakan manusia yang dianggap tidak bersalah sehingga tidak boleh mengalami pemaksaan. Terdakwa atau tersangka baru bisa dinyatakan bersalah setelah pengadilan hukum. Asas Legalitas Asas legalitas adalah asas hukum acara pidana yang mewajibkan semua perkara harus dipidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tersangka atau terdakwa memiliki hak, saksi memiliki hak, dan juga penegak hukum memiliki hak yang telah diatur dalam hukum sehingga tidak bisa bertindak semena-mena. Asas Perlakuan yang Sama di muka hukum Asas perlakuan yang sama di muka hukum mewajibkan setiap negara di seluruh dunia untuk tidak mendiskriminasi manusia dalam pengadilan hukum. Pengadilan hukum tidak boleh membeda-bedakan manusia berdasarkan ras, gender, agama, pandangan politik, kebangsaan, status sosial, dan wajib menegakan HAM bagi seluruh manusia. Baca juga Penggolongan Hak Asasi Manusia Asas Peradilan Cepat Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan mewajibkan peradilan untuk dilakukan denga segera, singkat, cepat, dan sederhana, tanpa harus bertele-tele, sehingga tidak menelan banyak biaya. Dilansir dari Badan Diklat Kejaksaan Republik Indonesia, proses peradilan yang cepat dan sederhana merupakan tuntutan yang logis dari setiap tersangka dan terdakwa sesuai dengan langkah yang tercantum di KUHAP. Asas Peradilan Terbuka Untuk Umum Asas peradilan terbuka untuk umum tercantum dalam KUHAP pasal 64 dan pasal 153 ayat 3. Pasal 64“Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum” Pasal 153 ayat 3"Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.”Asas peradilan terbuka untuk umum mewajibkan sidang dapat dibuka secara umum sehingga masyarakat dapat mengawasi proses penegakan hukum yang ada. Kecuali perkara kesusilaam yang dianggap sangatlah pribadi dan dapat mempermalukan korban, juga peradilan yang dilakukan pada anak di bawah umur. Baca juga Unsur-Unsur Hukum Asas Akusator Asas akusator menyatakan bahwa terdakwa atau tersangka bukanlah obyek dari persidangan, sehingga ia dapat memberikan keterangan dengan bebas sebagaimana yang dilakukan oleh penuntut umum tanpa adanya paksaan. Asas akusator diatur dalam pasal 52 dan 66 KUHAP. Pasal 52“Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim” Pasal 66“Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian” Asas Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum Tersangka atau terdakwa suatu perkara memiliki hak bantuan hukum dan dpat memilih penasihatnya sendiri. Jika tersangka atau terdakwa tidak memiliki penasihatnya sendiri, pejabat yang bersangkutan dalam menunjuk penasihat hukum bagi mereka yang memberikan bantuan secara cuma-cuma. Asas Oportunitas Asas oportunitas dalam hukum acara pidana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dalam pasal 35 butir c “mengesampingkan perkara demi kepentingan umum” Asas oportunitas adalah pengecualian dari asas legalitas, di mana perkara yang dijatuhkan pada tersangka atau terdaksa dapat dikesampingkan jika merugikan kepentingan umum. Baca juga Fungsi dan Tujuan Hukum Menurut Para Ahli Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi Asas ganti rugi dan rehabilitasi diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, tepatnya pada pasal 9 ayat 1 “Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau kerena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.” Asas ganti rugi memberikan hak bagi tersangka atau terdakwa untuk menintut ganti rugi dan rehabilitasi jika terjadi pengadilan hukum yang tidak sesuai dengan undang-undang ataupun terjadi salah tangkap. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan memberikan hak bagi tersangka atau terdakwa serta saksi untuk diperiksa secara langsung oleh hakim dengan bahasa yang dapat dimengerti. Sehingga pengadilan dapat menemukan kebenaran atas perkara dengan lebih benar. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
. Jenis-Jenis Putusan Dalam Hukum Acara Perdata. Posted on May 21, 2020 19:17. Dalam Hukum Acara Perdata, ada 2 (dua) macam putusan, yaitu putusan akhir dan bukan bukan putusan akhir atau yang biasa disebut dengan putusan sela (Pasal 185 (1) HIR) Putusan yang memperbolehkan pihak ketiga turut serta dalam suatu perkara (voeging
Daftarisi [ Tutup] 1. Tahap Penyelidikan dan Penyidikan. 2. Tahap Penuntutan. 3. Tahap Pemeriksaan di Pengadilan. Secara garis besar, pemeriksaan perkara pidana dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap penyelidikan dan penyidikan, tahap penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Berikut penjelasan lebih lanjut.
My2gNY.